Membaca untuk kesenangan dapat diartikan membaca secara sukarela dan memilih apa yang ingin dibaca, baik selama waktu sekolah atau pada waktu luang. Model ini dapat menjadi alat yang ampuh di semua kelompok umur dan di antara semua tingkatan pembaca. Mereka yang tidak dapat membaca akan membutuhkan bantuan dari orang lain (misalnya, orang tua atau guru) untuk mengakses dan memahami bahan bacaan yang mereka minati.
Aktivitas membaca untuk kesenangan sangat bergantung pada ketersediaan buku bacaan yang menarik dan sesuai dengan keinginan siswa. Hal terpenting dalam membaca untuk kesenangan adalah 1) kebebasan siswa memilih bacaannya sendiri; 2) kebebasan siswa mengatur kecepatan membacanya; dan 3) guru tidak menilai kemampuan membaca siswa, tetapi mendorong siswa mendiskusikan bacaan.
Namun kenyataannya, masih banyak buku-buku yang tidak sesuai dengan perjenjangan usia pembaca buku, sedangkan salah satu perangkat penting yang membuat anak suka membaca tentunya buku itu menarik untuk dibaca, salah satunya dengan adanya konsep perjenjangan buku (book leveling) untuk menyediakan buku yang tepat bagi pembaca sasaran tertentu. Dalam konsep perjenjangan buku, pembaca sasaran diklasifikasikan berdasarkan kemampuan membaca dan perkembangan psikologis yang tecermin melalui usia.
Tahap pertama dari membaca buku adalah mengenali. Pembaca mengenali dahulu simbol-simbol yang ada pada sebuah buku. Saat ini buku-buku memuat simbol bukan hanya berupa teks dan gambar, melainkan juga ikon dan infografik. Pengenalan yang cermat atas simbol-simbol buku akan membuat pembaca lebih nyaman dan cepat membaca buku.
Setelah mengenal buku, pembaca mulai masuk ke proses penyesuaian atau asimilasi. Pembaca dibantu oleh mata untuk menangkap simbol, kemudian sarafsaraf mengirimkan makna simbol kepada pusat berpikir (otak) dan seterusnya. Di sini terjadi semacam tarik-ulur atau jual-beli antara apa yang disampaikan oleh buku dan apa yang dimiliki pembaca (pengalaman/pengetahuan). Kegiatan membaca buku pada tahap ini memerlukan banyak aspek fisiknya.
Setelah mengenal dan menyesuaikan diri dengan apa yang dibaca, pembaca pun melakukan proses menghubung-hubungkan antara materi yang satu dan materi yang lain. Antara kalimat yang satu dan kalimat yang lain sampai antara bab yang satu dan bab yang lain. Apa maknanya bagi pembaca? Pembaca akan mencoba memadukan semua hal yang disampaikan buku dengan sisi-sisi pengalaman yang sudah dimiliki begitu lama. Adakah yang bersinggungan?
Setelah sampai pada taraf mencari sesuatu yang relevan dengan diri pembaca atau yang bersinggungan dengan pengalaman pembaca, sampailah pada taraf pengambilan keputusan. Pembaca melakukan analisis, apresiasi, seleksi, dan kritik.
Apakah mau menerima atau menolak apa yang disampaikan buku kepada pembaca? Apakah pembaca terkesan dengan pendapat penulis di buku yang dibacanya? Apakah setuju dengan pendapat penulis mengenai suatu hal?
Proses ini menjadi sangat penting karena pembaca harus menyimpan hasil yang diperoleh dari sebuah buku. Pembaca harus dapat memanfaatkan apa saja yang dibaca untuk pengembangan diri. Proses penyimpanan ini memerlukan waktu yang cukup lama, tidak berlangsung secara instan.
Proses penting setelah penyimpanan adalan pengingatan. Pembaca harus dapat menggunakan apa-apa yang dibaca untuk dikeluarkan kembali pada suatu saat. Misalnya, untuk keperluan ujian. Buzan biasanya menggunakan peta pikiran untuk melakukan proses ini. Melalui peta pikiran, apa-apa yang diingat akan dapat dipanggil kembali atau dikeluarkan kembali. Apalagi, menurut Buzan, dalam proses mengingat itu kita dalam keadaan yang menyenangkan atau kita berada dalam suasana emosi yang positif.
Membaca buku adalah salah satu bentuk berkomunikasi, baik itu berupa komunikasi intrapersonal (dengan diri sendiri) maupun komunikasi interpersonal (antarpribadi), yaitu dengan para tokoh yang disebut di buku. Tahap terkahir dalam proses membaca ini menyiratkan arti bahwa membaca buku dapat juga berarti mendengar-aktif (active listening) suara-suara yang masuk ke dalam diri pembaca. Pada suatu saat, apa yang masuk ke dalam diri pembaca itu disampaikan kepada orang lain lagi.
Untuk mencapai ketujuh tujuan membaca tersebut, harus dilakukan persiapan yang prima. Guru sebagai fasilitator memberi dukungan kepada siswa pembaca awal untuk dapat menyelami pengalaman membaca.
Itulah sebabnya mengapa tingkat pemahaman membaca di Indonesia terbilang rendah serta bagaimana solusi mengatasinya.
Posting Komentar
Posting Komentar