Membaca buku secara rutin sangat dianjurkan bagi generasi milenial saat ini, apalagi minat baca dari anak Indonesia masih sangat rendah, mereka lebih tertarik dengan berbagai permainan yang ada dalam gawai mereka. Padahal dengan membaca buku setiap hari, wawasan yang diperoleh menjadi lebih luas dan hal tersebut akan merangsang kemampuan untuk berfikir secara kreatif. Menjadi guru Dilan ( Digital Learning ) dan Milea ( Milenial Aktivitas), kiranya salah satu cara yang dapat saya lakukan demi menyesuaikan perkembangan zaman. Memanfaatkan tekhnologi daring dan luring sebaik mungkin harus terus dilakukan.
Dilan lahir ketika generasi milenial mulai mengenal gawai dan komputer, sehingga wajar apabila generasi ini lebih melek teknologi dibanding generasi-generasi sebelumnya. Seiring dengan tumbuh kembangnya Dilan, guru dapat memanfaatkannya dengan berbagai video motivasi maupun hal-hal lain yang berkaitan dengan bahan ajar sehingga anak lebih memahami dan tertarik dengan pembelajaran. Salah satu cara yaitu melalui metode parodi.
Metode ini telah saya lakukan dan buktikan sehingga dapat menambah semangat belajar anak. Saya yang saat ini mengajar di salah satu sekolah menengah kejuruan swasta keturunan Tionghoa, mengikuti salah satu kegiatan anak menyanyikan lagu-lagu INLA. Lirik nya kemudian saya ganti dengan materi yang saya ajarkan dan hasilnya pun Alhamdulillah anak mulai semangat membaca dan belajar bahasa Indonesia, padahal pada awalnya mereka sama sekali tidak menyukainya.
Generasi milenial sebenarnya memiliki pola fikir yang jauh lebih aktif dan produktif jika kita sebagai seorang guru tidak pantang menyerah demi terciptanya proses belajar mengajar yang berbeda dari biasanya. Memanfaatkan metode luring misalnya, guru dan siswa dapat belajar di luar jam pelajaran sekolah, siswa bebas bertanya apa saja mengenai materi pelajaran yang tidak ia fahami. Adanya grup pada media WA dapat menambah ilmu pengetahuan mereka sehingga wawasannya pun lebih luas.
Berbeda dengan Milea ( Milenial Aktivitas ), guru harus lebih aktif dan produktif dalam menggali potensi diri sehingga para peserta didik merasakan asyiknya belajar dalam kelas. Menjadi guru pada zaman ini haruslah lebih kreatif jika dibandingkan dengan guru pada masa lalu. Jika kita bandingkan cara mengajarnya tentulah jauh berbeda.
Jika guru pada masa lalu cukup dengan metode ceramah, maka guru sekarang harus lebih inovatif dalam mengembangkan pengajarannya. Ini semua dilakukan demi kecerdasan generasi masa depan. Karena itu perlulah kiranya kita sebagai seorang guru menjadi penggiat literasi, karena selain menambah wawasan banyak manfaat yang dirasakan salah satunya menambah semangat kita sebagai pendidik dalam melakukan berbagai metode baru, bukankah dalam K-13 siswa terlebih dahulu diberikan waktu untuk membaca apa saja demi menambah wawasan mereka mengenai pengetahuan yang baru. Dari sinilah timbul berbagai macam inovasi baik itu dalam bentuk memanfaatkan teknologi maupun kreatifitas guru itu sendiri.
Saya termasuk salah satu guru sekaligus penulis dan penggerak literasi, tentunya memiliki tantangan tersendiri. Semakin lama menjadi seorang guru saya semakin tertantang untuk menjadi “lebih dari seorang guru.“ Karena guru zaman sekarang ini harus menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman, istilah gaptek dulu pernah saya rasakan. Namun jika kita memiliki tekad dan kemauan yang kuat maka semua itu bukanlah masalah besar.
Sejak saya tergabung menjadi guru penulis sekaligus penggiat literasi pada media guru maupu guru siana, saya menjadi lebih bersemangat melakukan hal-hal baru terlebih jika itu menunjang proses menjadikan kita jauh lebih baik dari sebelumnya. Karena kita lebih banyak melakukan hal-hal yang berkaitan dengan keprofesian dari pada hanya berdiam diri tanpa melakukan apa pun.
Karena itu sebagai guru perlulah kita menanyakan pada anak tentang apa yang mereka sukai dan tidak, hanya saja semua itu kembali pada kita apakah kita mampu mengubah kesukaan mereka dalam pembelajan sehingga kita pun juga menyukainya dan akhirnya terciptalah suasana belajar yang bahagia, gembira dan suka cita.
Itu adalah hal yang paling utama menurut saya di terapkan dalam kelas. Ciptakan suasana hati sedemikian rupa sehingga mampu merubah sikap kita menjadi lebih baik dan mengajar tidak lagi menjadi beban karena berbagai tingkah laku anak.
Dari cerita tersebut diatas, jelaslah bahwa mendidik itu tidaklah mudah, beban pendidik bukan hanya pada bagaimana seseorang itu dikatakan guru, namun bisa dikatakan bahwa guru juga dengan tidak sengaja belajar ilmu psikologi anak, bagaimana harus memahami karakter anak, menghadapi dan menyelesaikan masalah mereka.
Terkait mengenai istilah ABK ( Anak Berkebutuhan Khusus ) bukan hanya mengatasi anak yang mengalami keterbelakangan mental saja, tetapi anak yang memiliki tingkah lau yang tidak biasanya juga dapat dikatakan Anak Berkebutuhan Khusus. Untuk itulah saya mengajak Bapak/Ibu para pejuang literasi, mari, mari kita tingkatkan kemampuan dalam menggali potensi dan bakat yang terpendam dalam diri kita masing-masing.
Posting Komentar
Posting Komentar