“Ada apa denganmu Jannah? Kenapa rok mu, kok basah? Kamu main air? Ini belum perayaan perang air loh?’
“Memangnya ada ya perayaan perang air?”
“Ada dong, nanti kita rayakan bersama-sama ya, sekarang lupakan saja dan jawab petanyaan saya. Bukannya barusan kamu berbicara dengan Akuang?” tanya Angeline.
“Ya, ya begitulah. Akuang emang bener-bener ngeselin orangnya, karena itulah aku ke kamar mandi dan membuang semua airnya.”
“Ya Tuhan, sabar….sabar…Akuang tuh berbicara seperti itu bukan karena dia enggak suka atau apa, tetapi yah memang seperti itu, bahasa Indonesia kami masih kurang. Jadi, maafin Akuang ya.”
Mungkin aku belum terbiasa dengan semua ini, sekolah ini bener-bener menguji adrenalin ku. Baiklah sesuai perintah Ayah dan janjiku pada Mama bahwa aku tidak akan mengecewakan mereka, ku lakukan semua ini dengan ikhlas, fix.
Jujur saja, saat melihatnya hatiku berdebar-debar. Seperti salah satu aktor film kesukaan ku, mirip dengannya. Jangan…jangan sampai aku jatuh cinta, ingat Janah, ingat, dia tidak seiman denganmu. Ya ampun, aku tertangkap basah sedang memperhatikannya, bagaimana ini? Apa yang harus ku lakukan? Jangan bilang kalau dia akan menghampiriku.
“Mana bukunya?” tanya Akuang
“Kenapa Akuang, buku apa? Aku balik bertanya tergagap.
“Buku bahasa Indonesia lah, enggak mungkin bahasa Mandarin kan? Memangnya kamu dapat?”
“Kalau mau pinjam catatanku, bicaranya yang baik-baik dong. Jangan kasar begitu. Ya mana mungkin saya bisa Mandarin, wong baru masuk sekolah juga.”
“Ya, ya saya mau pinjam catatan Indo kamu, boleh?”
“Catatan bahasa Indonesia, harus jelas ngomongnya. Oke, boleh kok.”
Bicara dengan Akuang harus sabar 360 derajat, yang membuatku tergagap bingung bukan karena ia kurang memahami bahasa Indonesia tetapi lebih kepada bagaimana aku menghadapi sikapku sendiri dan mengondisikan wajahku saat bertatapan langsung dengannya. Maklum saja, ini pertama kalinya aku berkutat dengan orang-orang berkulit putih.
*****
“Awas…awas…duh, kamu enggak denger ya?” teriak salah seorang siswa yang baru saja tiba di lapangan sekolah dengan kipas genggam di tanggannya.
“He … biasa aja klo ngomong, jangan belagu!” teriak Selena
Siapa pun tidak akan ada yang berani menyela perkataan Selena, karena mereka tahu seperti apa karakter Selena, lebih baik diam.
“Selena, memangnya kamu tahu ya belagu itu apa?” tanyaku tertawa.
“Saya enggak tahu dengan pasti sih, yang jelas jika ada orang yang ngomongnya seperti itu, itu namanya belagu, Mis Maya yang kasih tahu kita.”
“Oo…” jawabku mengangguk-angguk kan kepala.
Aku, Angeline, Selena dan siswa-siswi yang lain telah berkumpul di lapangan. Hari ini ada pertandingan basket antar sesama kelas, seluruh siswa wajib berkumpul untuk menyaksikan pertandingan itu. Salah satu tim yang ikut adalah perwakilan dari kelas kami X Akuntansi 1 atau X Ak1.
Jackson, Jeremy lie, Kelvin, Winata dan Akuang adalah tim basket kami. Sejak berada di sekolah ini pandanganku seakan cerah dan segar seperti tanaman yang baru saja disiram, seperti berada di negeri dongeng, diantara pangeran-pangeran bermata sipit. Kami duduk di bagian tepi lapangan, dari jauh terlihat ada beberapa siswa menuju lapangan.
“Di sekolah ini ada anak baru? Kok kita enggak tahu ya?” seru Jollin si ratu telat.
“Dan anehnya lagi berdasarkan angin ribut, dia itu muslim loh, muslim, titik.” Sahut Hutri.
“Kamu tahu dari mana Hutri klo anak baru itu muslim?”
“Kamu baru kenal saya ya? Hellow … lupa sama saya si cowok kepo urusan orang, titik.”
“Hahahahahah …. ya, ya, ya.” Lanjut Jollin.
“Aaaaaaaaaa … aaaaaaaaa … huuuuuuuuu … hoooooooooo … wuowwww …” teriak suara para siswa di lapangan saat melihat Akuang berlatih pemanasan.
Merasa tak mau kalah anak-anak cheers juga memberikan dukungannya dengan teriakan sekaligus yel-yel penyemangat.
“Tan Kuang Hok … Tan Kuang Hok … Tan Kuang Hok … Jiayou …” teriak anak cheerleader.
“Jiayou Tan Kuang Hok! Ni neng xi de!” pekik Kelly Luaurensia Tang.
“Huuuuuuu …” sorak seluruh siswa di lapangan.
Aku penasaran dengan gadis cantik berambut panjang dan lurus itu, Ia terlihat bukan seperti teman biasa, meski ku tahu bahwa hampir semua siswi disini menyukai Akuang.
Selena menyenggol bahuku dan berbisik “Cemburu ya?”
“Ih … apaan sih kamu gadis purple, aku tuh lihatin dia bukan karena cemburu, tetapi justru aku terpana sama semua keadaan disini, kalian semuanya cantik dan ganteng, aku jadi minder, trus ada satu lagi nih tadi itu dia ngomong apa sih?”
“Oo … dia itu Kelly Laurensia Tang atau biasa dipanggil KLT. Ia anak salah satu pemilik hotel mewah disini, papanya dan papa Akuang bersahabat mereka bermaksud menjodohkan Akuang dan KLT, tetapi sepertinya Akuang menolak karena dengar-dengar kabar dari adiknya Akuang memutuskan untuk mengabdi di Vihara nantinya. Trus itu tadi artinya, semangat Akuang! Kamu pasti bisa!”
Rasa penasaranku dengan Akuang semakin menjadi-jadi, ada apa denganku? Aku seperti bukan diriku sendiri, ini pasti ada yang salah aku bukan budak bucin, bukan. Mungkin jiwaku saat ini hanya terkejut saja terkejut dengan hal-hal baru, ku harap begitu.
Pertandingan akan segera di mulai, suara pluit sir Kenang mulai terdengar di antara riuhnya suara para siswa. Sebelum bertanding cheerleader menampilkan tarian mereka menghibur para penonton. Terlihat jelas saat menari mata KLT hanya tertuju pada satu titik yaitu Akuang, sepertinya KLT ketua tim cheers mereka gerakannya sangat lincah, beda dengan cheers yang lain.
Di tengah-tengah pertandingan, saat istirahat KLT memberikan air minum pada Akuang, tidak hanya itu Ia juga menyapu keringat Akuang dengan sapu tangannya. Perhatian KLT memang luar biasa, sepertinya Ia tulus mencintai Akuang dan bukan karena di jodohkan, tetapi apa yang terjadi? Kenapa Akuang menolaknya? Bukankah mereka pasangan serasi, ganteng dan cantik.
“Selena…kamu mau apa? Gerak-gerikmu mencurigakan, jangan bilang kalau kamu…?” ketus ku penasaran.
“Maksud mu, saya naksir Akuang juga, gitu?”
“Ya bener…Selena memang…” sambung Angeline.
Tiba-tiba saja Selena menutup mulut Angeline, seperti ada yang di sembunyikan diantara mereka.
“Selena memang apa?” tanyaku penasaran.
“Enggak kok, enggak apa-apa loh, Angeline ini memang seperti itu klo ngomong tuh suka asal, asal keluar begitu maksudnya.
“Oooo… ya sudah.”
“Ta zai shuo huang, bu yao xiang xin ta! (Dia berbohong, jangan percaya!)”
“Jangan pakai bahasa Mandarin dong, aku enggak paham.”
“Ya neh, Angeline. Jangan membuat Jannah semakin penasaran dengan bahasa kita, nanti dia belajar loh.”
“Bagus dong, kita bisa tambah akrab. Siswa-siswi disini kan wajib belajar Mandarin.” Jelas Selena.
“Ha..wajib ya? Gimana dong? Aku kan sama sekali enggak ngerti!”
“Lama kelamaan juga ngerti kok, nti diajarin dari awal.”
*****
Pertandingan pun di mulai, dan akhirnya kelas kami berhasil menjadi juaranya, suara riuh para siswa pun semakin menjadi-jadi, bak penggemar mengidolakan artis kesukaannya. Banyak siswa yang memberikan ucapan selamat padanya. Aku sendiri masih berdiam diri di pojok lapangan menyaksikan semuanya.
“Ih…sok cool banget tuh gaya si Akuang, biasa aja pun gantengan juga saya, titik” ucap Hutri.
“Apa? Ganteng? Ya ganteng dari lubang sedotan.” Ledek Jollin.
“Eh…hutri, jangan coba-coba menyamakan kegantengan dirimu dengan Akuang ya, jauh banget bedanya tahu, bagaikan langit dan bumi.” Sambut Selena
“Anjir…mantan enggak usah ikut campur ya? Belum bisa move on. Hellow…makanya jadi perempuan normal, ini mah apa gaya kok purple semua, norak tahu titik.”
“Dari pada kamu, cowok kok tugang gosip merasa cakep pula, cakepan kucing saya, titik.”
“Titik itu kan kamus saya, jangan ikut-ikutan ya.”
“Hahahahahahah…” seluruh siswa tertawa mendengar pengakuan Hutri.
Mantan? Oh…jadi Selena mantannya Akuang, pantas saja tadi dia coba memberikan minuman itu pada Akuang. Lantas apa yang terjadi ya? Kenapa mereka putus? Mendadak jiwa detektif ku muncul ingin mnyelesaikan semua pertanyaan ini.
Di tengah-tengah keriuhan itu, tiba-tiba saja terjadi sesuatu pada Kelly, dia mendadak pingsan. Tubuhnya diboyong ke ruang UKS oleh Jackson. Jackson sudah lama jatuh cinta pada Kelly, mereka bersahabat hingga akhirnya Jackson ingin benar-benar melindungi Kelly karena ia memiliki kelainan Jantung.
Saat itu juga Akuang berlari menuju UKS. Akuang ingin memastikan bahwa Kelly baik-baik saja. Meski Ia tidak mencintai Kelly, Ia tidak bisa berdiam diri di saat ada orang lain yang membutuhkan pertolongan.
“Mau apa kamu kesini Akuang? Pergi sana! Urus saja tuh penggemar-penggemar mu!” Teriak Jackson.
“Jaga ucapanmu Jackson! Kamu tahu kan gimana Kelly kalau jantungnya kumat? Sebagai teman saya hanya ingin memastikan bahwa dia baik-baik saja.”
“Peduli apa kamu ha? Kamu tahu kan bagaimana perasaannya ke kamu? Dan bagaimana perasaanku ke dia, lantas apa balasanmu? Tidak sedikitpun kamu perhatian padanya. Itu yang kamu katakana perduli? Lebih baik kamu keluar sekarang, keluar! Saya lebih tahu keadaannya dibandingkan kamu.”
Jackson sangat marah pada Akuang. Ia pun keluar dari ruangan itu. Aku berusaha menenangkan dirinya dengan memberikan sebotol minuman dingin. Tetapi dia malah mencampak kan botol minum yang ku berikan untuknya. Retinaku mulai berkaca-kaca, udara yang tadinya hangat terasa mulai dingin menusuk kalbu. Sakit rasanya, seakan akan ada beban yang langsung memenuhi hatiku.
“Saya tidak membutuhkan ini. Pergi! Jangan ganngu saya, biarkan saya sendiri!”
Meihat kejadian itu Selena dan Angeline menarik tanganku agar segera pergi meninggalkan cowok yang tak tahu diri itu. Sebelum pergi Selena mencoba mengingatkan Akuang akan tingkahnya.
“Saudara Tan Kuang Hok yang terhormat, mau sampai kapan Anda seperti ini? Penyesalan tidak akan membuat dia kembali, kapan Anda mau berubah! Lihatlah di sekeliling Anda, begitu banyak orang yang peduli dengan Anda, tetapi apa yang Anda lakukan saudara Tan Kuang Hok? Anda hanya mampu menyakiti perasaan Anda sendiri dan orang lain, sampai kapan Tan Kuang Hok? Sampai kapan? Viorensia mu tidak akan pernah kembali, tidak akan!”
“Diam Selena, diam! Pergi kataku! Pergi!” Akuang mulai memekik, nada suaranya lebih tinggi dari biasanya.
Sepertinya kata-kata Selena membuat Akuang mulai terbakar, Ia seakan memikirkan kata-kata Selena. Aku bisa melihat dari pandangan matanya yang redup, ekspresi wajahnya yang kesal dan tingkah lakunya yang aneh, Ia beranjak dari tempat duduknya dan memukul dinding sekolah hingga tangannya terluka. Selena menghentikanku, karena Ia tahu aku pasti akan membantunya.
“Biarkan saja dia sendiri Jannah, biarkan! Biar dia sadar cowok seperti apa dia.” Jelas Selena.
“Aku khawatir padanya, tangannya terluka Ia butuh pertolongan kita Selena.”
“Jika saya katakan tidak, ya tidak. Dengarkan perkataan saya Jannah. Akuang enggak akan berubah kalau dia masih memikirkan Vio yang sudah lama meninggal.”
“Vio? Siapa Vio?” tanyaku penasaran.
“Vio adalah orang yang paling Ia sayangi, tanpa status. Waktu itu, kami masih duduk di bangku SMP. Vio itu saingan saya dalam belajar, kami di kenal pintar oleh guru-guru. Suatu hari Akuang datang, dia masuk sekolah ini sejak kelas 2 SMP. Sejak kedatangannya, Vio banyak berubah, prestasinya lebih meningkat, itu karena Akuang sangat perhatian padanya. Perhatian Akuang di salah artikan oleh Vio, mereka berdua selalu berbahasa Inggris jika berbicara.
Sampailah pada suatu hari Vio memberanikan diri menyatakan cintanya pada Akuang, namun Akuang menganggapnya biasa saja, Vio mengatakan bahwa jika tidak ada jawaban, saya akan mengakhiri hidup saya. Akuang bukannya menjawab tetapi menantang kembali perkatan Vio, coba saja jika berani. Dan saat itu juga, detik itu juga Vio nekat lompat dari lantai atas sekolah. Ia tewas mengenaskan, di dalam kantung bajunya di temukan foto mereka berdua. Saat itulah Akuang jadi berubah, Ia lebih banyak diam dan bersikap dingin pada semua orang, hingga akhirnya kamu datang Jannah.”
“Aku? Ada apa denganku? Emang ada yang aneh ya? Tanyaku heran
“Wajahmu Jannah, wajahmu.” Ucap Angeline sembari mengarahkan jari telunjuk nya ke wajahku.
“Wajahku? Jelek ya? Meskipun jelek ini hasil ciptaaan Tuhan loh.”
“Bukan itu maksud ku, kamu ada keturunan Tiong Hoa?”
“Enggak, memangnya kenapa?”
“Wajahmu mirip dengan Vio.” Sontak mereka serentak
“Astaghfirullah hal adzim. Aku enggak ada keturunan Tiong Hoa loh. Ayahku asli Indonesia, Jawa tulen, berkulit cokelat. Mamaku orang Bandung, kulitnya memang putih seputih pualam. Mungkin karena kulitku yang putih, jadi banyak yang mengira aku orang Cina.”
“Jika kami perlihatkan foto Vio padamu, kamu pasti terkejut Jannah.” Cetuk Angel.
Selena menangguk membenarkan perkataan Angel, dan benar saja aku sangat terkejut saat melihat wajah Vio. Mirip sekali denganku.
“Lihat saja senyumnya, senyumnya lebar memamerkan deretan giginya yang putih bersih. Lesung pipit nya juga terukir di pipi kanannya, sama sepertimu kan Jannah.” Jelas Angel.
“Ditambah lagi rambut ikal yang sempurna, legam dan sepanjang punggung.” Seru Selena melanjutkan perkataan Angel.
“Ini hanya kebetulan saja, keluarga ku keturunan muslim kok, enggak ada yang cina.”
Aku meminta foto Vio pada mereka, akan ku perhatikan benar-benar apa ya wajahnya mirip denganku.
Selesai pertandingan para siswa pulang ke rumah masing-masing. Aku menunggu di depan gerbang berharap melihat Akuang dan mengajaknya pulang bareng. Dan ternyata harapanku hanyalah harapan. Ku lihat dia sedang bersama Kelly, mereka jalan berdua.
Lagi-lagi perasaanku aneh. Seperti ada yang mengganjal. Wahai hati, ku tegaskan padamu bahwa aku ini bukan bucin.
Bersambung ke bag 3
Cerita yang sangat menarik, Akuang menjadi pusat perhatian :)
BalasHapusYa Allah ..mudah mudahan cintanya bersambut. Jannah kalau suka sama Akuang bilang saja ...
BalasHapus