Minggu, 19 Juni 2021
Dear Diary, sebentar lagi liburan semester aku kangen dengan teman-temanku di kampung. Semoga ayah cepat meyelesaikan pekerjaannya ya dan aku bisa bertemu dengan mereka. Kata ayah, pekerjaannya masih banyak dan harus diselesaikan semua, jadi kemunginan besar kami tidak pulang kampung. Aku sedih diary.
Tau gak diary, kenapa aku suka pulang kampung? Suasana di kampung jauh berbeda dengan kota, disana udaranya sejuk tanpa polusi, banyak makanan yang unik serta permainan yang mengasyikan, benar-benar seru deh. Doakan ya diary semoga liburan kali ini aku bisa pulang kampung lagi.
Salam tulisanku, Rindu.
“Rindu, cepat turun. Sarapan trus berangkat ke sekolah, nanti terlambat hari ini kan ujian terakhir.” Teriak ibu.
Kami tinggal di perumahan, rumah kami tak seluas rumah nenek di kampung, itu sebabnya rumah kami bertingkat. Di lantai dua hanya ada kamarku, kamar ayah dan ibu serta teras untuk menjemur pakaian.
“Ya bu. Sebentar lagi, ini juga lagi siap-siap kok.” Ucapku.
Tak berapa lama ibu menyusulku karena sedari tadi aku belum juga siap. Seperti biasa, aku berangkat ke sekolah bersama ayah. Ayah selalu berangkat pagi-pagi karena itulah aku sudah terbiasa bangun lebih awal, tetapi tetap saja ibu selalu mengingatkanku jangan sampai terlambat.
“Ibu kenapa menyusulku? Nih lihat aku udah rapi kan? Sekarang waktunya sarapan, cussss……berangkat, ayo bu kita sarapan sama-sama.”
“Rindu, rindu, kebiasaan burukmu gak hilang-hilang ya, pasti kamu lupa tutup pintu. Benar kan?”
“Tebakan ibu sudah pasti benar, maafkan Rindu ya bu.”
“Ya sudah, cepat turun. Sedari tadi ayah menunggumu dibawah.”
Aku bergegas pergi meninggalkan ibu di kamar dan turun menemui ayah. Ibu melihat buku diary ku terbuka dan membacanya, saat sarapan ibu membicarakannya pada ayah. Ayah pun meminta kami pergi ke rumah nenek lebih dulu, setelah pekerjaan ayah selesai beliau akan segera menyusul kami. Hatiku sangat senang karena akan bertemu teman-temanku lagi.
Hari ini hari senin, hari terakhir ujian akhir semester, setelah itu class meeting. Saat ini aku duduk di kelas X MTS Darus Salam. Berarti tulat aku akan bagi raport dan naik ke kelas XI semoga saja. Tubin siap-siap pergi ke kampung bersama ibu. Kemungkinan sabtu atau minggu kami berangkat. Aku sungguh tidak sabar menantikan hal itu.
Waktu pun berlalu, tibalah saatnya aku dan ibu pulang kampung menikmati liburan sekolah. Perjalanan kami cukup panjang, perlu 16 jam untuk sampai ke kampung nenek. Sebab tidak hanya jalur darat, jalur laut pun harus kami lewati. 12 jam ada di bus dan 4 jam ada di kapal. Kampung nenek ada di Selatpanjang, Riau dan kami tinggal di Medan. Aku sudah terbiasa melewati ini semua dan ini sangat seru bagiku, apalagi naik kapal laut. Aku bisa melihat ombak yang menggoyang-goyangkan kapal kecil yang ada disekitar kapal kami, dan busa atau buih yang begitu besar dari balik kaca. Kata ibu air yang terdorong karena tekanan yang sangat besar maka akan tampak seperti busa.
Begitulah ibuku, kemana pun ia pergi pasti membawa catatan kecil dan pena. Ibu ku seorang penulis dan juga blogger. Kata ibu perjalanan pulang kampung kali ini berbeda dari biasanya, sebab ada banyak hal yang bisa dijadikan bahan tulisan ibu untuk mengisi blog nya. Ibu juga bercerita banyak tentang dunia kepenulisan padaku. Aku akan mengikuti jejak ibu, tetapi saat ini aku hanya mampu menulis di buku harianku saja. Sama sepertiku, ibu juga setiap hari menulis di blognya apalagi saat ini ibu sedang mengikuti kelas di komunitas ODOP, One Day One Post katanya. Meski aku belum begitu mengerti tentang dunia blogger, tetapi dari cerita ibu kelas itu sangat menyenangkan. Katanya semakin menulis maka akan semakin banyak ide yang bermunculan ditambah lagi dengan mempersiapkan catatan-catatan kecil sebagai pelengkap ide. Wah….ibuku hebat ya.
Seiring berjalannya waktu, tanpa terasa tibalah kami di kampung nenek pukul 13.00 WIB.
"Assalamualaikum....nenek, oh nek. Rindu dah nyampek nih." Teriak ku.
"Waalaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh. Ya, nenek tahu kok. Nenek paham betul langkah kakimu itu." Jawab nenek dari dalam rumah menyegerakan langkahnya menuju pintu.
Nenek dan bibiku menyambut kami dengan hidangan makan siang ayam kampung gulai, tumis mie, dan sambal kentang dicampur hati ayam, hemmmm…aku sampai kekenyangan. Belum lagi berbagai jenis olahan kue khas Melayu Riau, pizza Melayu alias lempeng sagu, sempolet dan yang selalu hadir kue semprit keju berbahan dasar tepung ararut atau biasa disebut tepung garut. Meski berbeda olahan, hidangan yang disajikan nenek memang luar biasa, itulah sebabnya kenapa aku suka pulang kampung.
“Pelan-pelan Rindu, jangan gelojo. Gak baik lho.” Seru ibu mengingatkanku.
“Ya bu, siapa suruh bibi dan nenek menghidangkan masakan lezat seperti ini, aku kan takut kehabisan.”
“Hahahahahahah, gak mungkin sampai kehabisan sayang, bibi sengaja masak banyak nih husus buat kamu.” Sambung bi ndut.
Bi ndut sudah lama tinggal dengan nenek, sejak suaminya pergi meninggalkannya dengan perempuan lain, bi ndut gak tega meninggalkan nenek tinggal sendirian di rumah seluas itu. Karena itulah bi ndut memutuskan tinggal bersama nenek di kampung dari pada tinggal bersama orangtuanya di Jawa Barat, terlebih bi ndut hanya seorang diri.
“Itu juga sempolet nya jangan lupa dimakan, nti keburu dingin, kalau dingin kan tak sedap.” Kata nenek.
“Wah…ampun nek, perutku sudah penuh nih, sore nanti Rindu makan ya.”
Hahahahahah….mereka tertawa melihatku mengelus-elus perutku sendiri karena kekenyangan.
“Ya sudah, kalau begitu mandi, istirahat. Lepas tuh nenek ceritakan dongeng-dongeng kerajaan.”
Usiaku saat ini 13 tahun, awalnya aku gak suka sama cerita doneng. Tapi entah kenapa ketika nenek bercerita aku menjadi antusias mendengarnya dan penasaran ingin cepat-cepat tahu kelanjutannya. Nenek bercerita dengan sangat apik dan mampu menirukan suara-suara binatang seta raja-raja, yang paling spesial dari cerita nenek adalah nenek mampu nembang atau syair, terkadang bulu kuduk ku merinding mendengar ceritanya, seperti liburan tahun lalu nenek bercerita asal muasal lancang kuning, sangat seru. Biasanya aku ditemani dengan teman-temanku yang lain sambil menikmati kue semprit keju.
Selesai mandi, terdengar dari luar suara teman-temanku memanggil. Putri, Dyah, Zahro, dan Fika. Kedatanganku seperti signal bagi mereka, begitu ada signal langsung deh menuju pusatnya, layaknya berburu signal di kantor desa. Karena itulah kami lebih memilih bermain biji getah atau karet atau bermain lu lu cina buta dari pada berburu signal bermain handphone. Rasa capek ku hilang bila sudah bermain bersama mereka.
Bermain biji getah sangat seru, awalnya aku bingung tetapi karena sudah beberapa kali pulang kampung lama kelamaan aku mulai paham. Permainan diawali pengundian dengan cara suit. Pemain yang menang dalam undian berhak untuk menghantam biji buah getah lawan terlebih dahulu. Sementara pemain yang kalah harus merelakan biji buah karetnya berada di bawah biji karet pemain yang menang untuk dihantam atau diremukkan.
Permainan dilakukan dengan cara menyusun dua buah biji karet, yakni biji karet pemain yang kalah suit di bawah dan biji karet pemain yang menang suit di bagian atas, pada satu titik secara bertumpuk. Kemudian biji karet yang sudah disusun tersebut diremukkan dengan cara menekan tumpukan tersebut dengan tangan. Jika pada satu kali remukan tidak ada biji karet yang pecah, maka pemain diganti dengan yang lain hingga ada salah satu biji karet yang pecah. Adapun pemenangnya adalah pemilik biji karet yang tetap bertahan (tidak pecah) saat permainan.
Di kampung waktu begitu cepat berlalu, rasa-rasanya aku enggan kembali tetapi itu tidak mungkin.
Begitulah keseruanku saat pulang kampung, dan selalu Rindu pulang kampung.
Seru bacanya kak, berasa ngikut pulang kampung bareng Rindu :)
BalasHapusTulisannya bagus kak ceritanya juga
BalasHapus