Dalam dunia tulis menulis, dulu kita hanya mengenal tulisan fiksi dan nonfiksi. Namun seiring perkembangan zaman, termyata ada tulisan yang disebut faksi yaitu fakta fiksi.
Faksi adalah istilah slang atau istilah tidak baku yang berkembang karena banyak diantara penulis yang tertarik dengan hal ini. Istilah kata itu sendiri disebut faction yaitu fakta yang dikisahkan layaknya karya fiksi. Didalam jurnalistik biasa disebut feature.
Kenali Rimbanya Bukan Pepohonannya.
Istilah ini sudah sering kita dengar untuk mengenali tulis menulis, maksudnya lebih baik kita mengenali rimba dunia tulis-menulis itu lebih dulu daripada mengenali satu per satu pepohonan yang akan membuat kita semakin pusing membedakan antara satu dan lainnya. Misalnya ranah fiksi melahirkan laras puisi dan prosa. Prosa melahirkan lagi cerpen, novel dan drama. Sementara ranah non fiksi melahirkan laras akademis, laras jurnalistik, dan laras bisnis. Nah, tiap laras itu melahirkan banyak tulisan, contohnya laras akademis melahirkan karya ilmiah, diktat, buku ajar, buku teks, dsab. Begitu pula dengan laras jurnalistik dan laras bisnis.Jadi, sahabat maya bisa tentuin sendiri ya mau memilih dinovelkan atau mau diautobiografikan? Tiap-tiap jenis itu ada kelebihan dan kekurangannya. Kalau lebih menguatkan kesan pribadi, autobiografi adalah pilihan yang pas. Kalau maksud sahabat menghibur, bahkan berharap kisah hidup sahabat difilmkan kelak, novel adalah pilihan yang oke loh, tergantung pribadi masing-masing ya.
Namun, tunggu dulu, dalam genre naskah juga kemudian dikenalkan istilah nonfiction novel. Apalagi ini? Genre ini muncul ketika sebuah peristiwa yang nyata dan melibatkan tokoh-tokoh nyata, kemudian dikisahkan kembali dengan gaya penceritaan sastra berdasarkan hasil riset penulis dan rekaan terhadap dialog-dialog tokoh yang sudah tidak ada (sudah meninggal). Jadi, ketika ada buku biografi dari tokoh masa lampau misalnya, Jenderal Sudirman, diterbitkan dengan gaya pengisahan seperti novel, itu berarti nonfiction novel.
Nonfiction novel menilik cirinya sebenarnya adalah faksi juga. Tokohnya ada atau pernah ada, peristiwanya benar-benar terjadi, dan tempatnya juga ada; hanya dialog-dialog direkonstruksi oleh penulisnya. Berarti itu adalah faksi.
Fiksi dan faksi meskipun beda-beda tipis, sama menariknya. Seorang Dahlan Iskan lebih memilih kisah masa kecilnya dinovelkan dengan judul Sepatu Dahlan yang ditulis oleh Khrisna Pabhicara. Itu adalah karya fiksi karena diwujudkan dalam bentuk novel dan kisahnya sudah dibumbui dengan imajinasi penulisnya. Begitupun kisah Laskar Pelangi meskipun berbasis kisah nyata penulisnya dan tokoh-tokoh di dalam novel itu ada dalam kehidupan nyata, Andrea Hirata tetap menempatkannya sebagai novel karena jalan cerita yang sudah tidak lagi mengikuti kisah sebenarnya.
sering kali novel faksi terlihat sangat nyata. Bahkan bisa memproyeksikan keadaan yang akan datang. Ada lagi contoh jenis tulisan yang bagus. Misalnya Kisah Rorouni Kenshin, Battosai Sang Pembantai dalam serial Samurai X. Cerita dalam serial tersebut termasuk faksi. Karena alur ceritanya sesuai dengan kejadian-kejadian yang terjadi di sekitaran masa Restorasi Meiji. Hanya saja kejadian di sekitar Restorasi Meiji dimodifikasi dengan imajinasi cerita. Jadilah kisah Samurai X.
Meminjam istilah Prof. Chaedar Alwasilah: “Pokoknya Menulis!” Kegiatannya dilakukan secara sistematis melalui kelima proses pramenulis-menulis draf-merevisi-mengedit-menerbitkan.tadi dengan konsep kebebasan berekspresi.
Apa pun itu sahabat, fiksi, non fiksi atau faksi, tetaplah menulis berkisahlah … itu lebih baik daripada berkeluh kesah. Sampai disini dulu ya sahabat semuanya, jumpa lagi di tulisan berikutnya. Bye…bye…
Posting Komentar
Posting Komentar